Serang-Siang ini (17/11) Edi Supriyadi (35 tahun) akhirnya melepaskan beban hidupnya dan meninggal dunia dalam keadaan menderita. Edi menderita sakit TBC akut. Edi sempat dirawat di RS. Sari Asih Serang di ruang isolasi kelas 2, selama sepekan atas inisiatif dan bantuan dari teman-teman SMAnya dulu. Namun bantuan, yang terkumpul lebih dari 20 juta itu, belum bisa membantu banyak. Karena di situ sudah menghabiskan 7,5 juta dan baru 7 hari.
Karena bantuan semakin menipis Edi dipindahkan ke RSUD Serang, juga oleh teman-teman SMAnya tadi. Di RSUD inilah masalah bertambah rumit. Oleh karena ternyata RSUD Serang tidak memiliki ruang isolasi khusus bagi pasien TBC.
Maka teman-temannya memasukkan Edi ke ruang VIP yang di situ tidak berlaku kartu Jamkesda milik Edi. Obat yang harus ditebus oleh kartu jamkesda pun hanya sebagian kecil saja, selebihnya dari bantuan teman-teman SMAnya yang terus dikumpulkan.
Selama 20 hari di RSUD, bantuan sudah tidak sanggup lagi menopang pengobatan Edi. Maka teman-temannya berinisiatif mengontrakan sebuah kamar sebagai "ruang isolasi" bagi Edi sambil terus berobat jalan.
Baru 3 hari berjalan, sang pemilik kontrakan yang ternyata pemiliknya, Rohani adalah Lurah Cipocok Kecamatan Cipocok Kota Serang dan istrinya Aminah adalah perawat di RSUD Serang, mengusir Edi karena sakitnya itu. Edi pun dibawa ke puskesmas Kecamatan Serang yang ternyata tidak memiliki ruang perawatan untuk pasien penyakit khusus maka Edi ditolak kemarin malam (16/11).
Akhirnya Edi terpaksa dibawa pulang. Menurut pantauan BantenKini sore tadi, rumah Edi sangat tidak layak sebagai tempat tinggal. Hanya berdindingkan triplek bekas dan gabungan dari spanduk-spanduk bekas yang sudah tidak terpakai. Itu pun menumpang di rumah Kakaknya dan di rumah itu ada 3 kepala keluarga. Selama ini Edi tinggal bersama kakaknya, yang mau menampung Edi bersama anak-anaknya, karena isteri Edi sejak menjadi TKW sudah tidak pernah mau kembali lagi bersama Edi dan memilih cerai serta neikah lagi bersama laki-laki lain.
Kedua anaknya Eka (kelas 2 SMP) dan Dwi (kelas 5 SD), senang saat kemarin malam ayahnya kembali, namun sore ini suasana berubah 180 derajat. Kedua anaknya belum berhenti menangis sampai kami beranjak. Pilu terdengar tangisan kedua anaknya itu. Semoga kejadian ini adalah terakhir terjadi di muka bumi, amin. (YSR)
turut berduka cita, semoga amal & ibadahnya diterima disisi-Nya...
BalasHapusInna lillaahi wa inna ilaihi rooji'un. Allahummagfir lahuu warhamhu wa 'afiihi wa'fu 'anhu
BalasHapusInna liiahi wainna ilaihi roojiuun.
BalasHapusMga mendapat maghfiroh-Nya. Klwrga dbri sbr. Duka kita.
..inna lillahi wa inna ilaihi roojiuun..turut berduka..
BalasHapus.. lain kali pilih walikota yg mengusung isu jaminan pengobatan gratis bagi warga (yg benar2) miskin ..
BalasHapusTurut berduka cita. Pdhl pasien TBC kan katanya gratis pengobatannya.
BalasHapusmudah2an rumah sakit bs membuat ruang khusus pasien TBC dan uang pembangunannya tidak di korupsi oleh oknum2 ga brtanggung jwb.
BalasHapus